Permainan Teka Teki
Belakangan
ini, Jeko sering berada di kelas saat jam istirahat sekolah. Ia terlihat sangat
asyik dengan permainan barunya, karena itu ia jarang bermain di luar kelas. “Heri,
kamu tahu enggak, apa nama ibukota negara Australia?” tanya Jeko.
Heri berpikir sejenak. Matanya
memandang ke langit – langit kelas. “Mmmm…, mungkin Sydney,” jawab Heri.
Jeko segera mengisi kotak – kotak
yang ada di bukunya. “Yah! Sydney
cuma enam huruf, sedangkan kotak – kotak yang harus diisi ada tujuh huruf.
Berarti jawabannya bukan Sydney,”
ucap Jeko.
Heri segera datang mendekati Jeko,
ia ingin tahu apa yang sedang dikerjakan Jeko. “Kamu lagi ngisi apaan, sih?” tanya Heri.
“Ini, aku lagi ngisi TTS Anak alias Teka Teki Silang.” Jeko sangat antusias
mengisi TTS itu, ia ingin segera mengisi kotak – kotak yang masih kosong.
Tiba – tiba Dita sang juara kelas masuk ke kelas. “Dit, kamu tahu enggak,
apa nama ibukota negara Australia?”
tanya Heri yang sekarang ikut – ikutan membantu mengisi TTS. “Canbera,” jawab
Dita singkat.
Jeko segera mengisi kotak – kotak itu. Dengan serentak Heri dan Jeko
berkata,”Yes, jawabannya benar.”
Dita juga tidak mau ketinggalan serunya mengisi TTS. Dita pun segera
bergabung dengan Jeko dan Heri. Ami dan Fajar juga ikut bergabung bersama
mereka.”Pertanyaan 15 menurun, apa nama Federasi Sepak Bola Dunia?” ucap Jeko,
mengumumkan pertanyaan terakhir pada teman – temannya.
“FIFA,” ucap Fajar yang hobi bermain bola.
“Yes, akhirnya selesai juga
mengisi TTS,” ucap Jeko dengan bangga dan gembira. Bukan hanya Jeko yang
gembira, teman - temannya yang dari tadi
mengelilinginya dan membantunya juga merasa gembira.
Besoknya, kejadian
yang sama terulang lagi. Heri dan teman – teman yang lain kembali mengelilingi
Jeko pada saat istirahat. “Pertanyaan 5 mendatar, nama sungai terpanjang di
Afrika?” tanya Jeko.
“Hmmm…, apa ya?” Fajar bertanya – tanya. Namun, tidak satu pun dari
mereka yang tahu jawabannya.
“Bagaimana kalau kita cari jawabannya di buku – buku yang ada di
perpustakaan sekolah!” usul Dita.
“Setuju!” seru Heri, Jeko dan Fajar serentak.
Mereka bergegas pergi ke perpustakaan sekolah. Hanya ada mereka di
perpustakaan itu. Mereka segera membuka buku – buku yang ada untuk mencari
jawabannya. “Teman – teman, jawabannya sungai Nil,”teriak Heri dari sudut
ruangan.
“Horeeeee….!” teriak mereka dengan gembira saat tahu jawaban itu bisa
mengisi kotak – kotak yang kosong.
Kenu yang melihat kehebohan kelompok Jeko, akhirnya mendekati Jeko. “Apa
enaknya sih, Jek mengisi TTS itu?
Dapat hadiah juga enggak!”
“Eh, jangan salah, Ken. Ada
juga lho TTS anak yang berhadiah.
Tapi, kalaupun enggak dapat hadiah, kita dapat pengetahuan baru,” ucap Jeko
dengan bangga.
“Ah, tetap saja nggak seru! Aku
enggak tertarik!” ucap Kenu sambil melangkah pergi meninggalkan Jeko.
Beberapa minggu
kemudian, Dita, Fajar dan Kenu terpilih mewakili
sekolah mereka untuk mengikuti lomba Anak Cerdas antar sekolah.
Perlombaan dimulai. Pertanyaan pertama
dilontarkan oleh juri, “Apa nama pulau di Indonesia yang menjadi tempat
pelestarian komodo?”
Fajar langsung menjawab. “Pulau Komodo.”
“Ya, benar,” kata juri.
Dita dan Fajar bergantian menjawab pertanyaan demi pertanyaan dari juri,
sedangkan Kenu lebih banyak diam, karena ia tidak tahu jawabannya. Pada
akhirnya sekolah mereka yang menjadi pemenang lomba Anak Cerdas.
“Eh, kenapa kalian bisa menjawab semua pertanyaan tadi, padahal kita kan sama – sama
belajar?” tanya Kenu pada Dita dan Fajar.
Dita dan Fajar tersenyum. “Itu karena kami sering mengisi TTS yang dibawa
Jeko ke sekolah,” ucap Dita.
“Iya, itu benar. Kami dapat banyak pengetahuan baru dari pertanyaan –
pertanyaan yang ada di TTS Anak itu,” kata Fajar.
Besoknya, Kenu
datang mendekati Jeko. “Jek, apa kamu masih punya buku TTS Anak lagi?”
“Masih, malah aku masih punya TTS seri angka dan huruf.”
“Apa itu TTS seri angka dan huruf?” tanya Kenu.
“TTS seri angka dan huruf itu adalah TTS yang berisi angka atau huruf.
Jadi, kita hanya mencari angka atau huruf yang diberikan.” Jeko memberikan
beberapa buku TTS atau yang juga disebut puzzled
word pada Kenu.
Sekarang Kenu menjadi senang mengisi TTS Anak karena ia ingin juga
menambah pengetahuannya. Selain itu, mengisi TTS Anak itu seru!
Jeko memang tidak terpilih untuk ikut lomba Anak Cerdas, tetapi Jeko
mempengaruhi teman – temannya untuk bermain sambil belajar dengan mengisi TTS.
Nova R Tobing
Penulis Cerita anak,
Tinggal di Medan
Rahasia Karen
Hatiku
terasa panas saat Karen meninggalkan ruang diskusi tanpa pamit. Ini bukanlah
yang pertama kalinya! Sebelumnya Karen juga pernah meninggalkan ruang diskusi
hanya dengan perkataan “Maaf, aku harus pergi!”
Bukannya gila hormat, tapi sebagai ketua kelompok aku berhak tahu alasan
Karen meninggalkan ruang diskusi. Namun, ia sama sekali tak pernah mengatakan
sebabnya.
Aku
sudah bertemu dengan Karen pagi ini, tapi ia hanya memberikan sebuah buku
referensi untuk tugas kelompok. Tapi, tetap saja tidak ada penjelasan darinya
mengenai hal kemarin.
“Kau
pergi kemana kemarin, Karen?” tanyaku, berharap Karen memberitahukan alasannya
padaku.
Karen
belum juga menjawab pertanyaanku. Matanya masih tertuju pada sederet buku yang
ada di depannya. Sesekali ia mengambil buku itu dan sekilas membacanya. “Aku
pulang ke rumah, Din.” Kalimat itu tiba – tiba saja meluncur dari mulut Karen.
Aku
tidak percaya dengan alasan yang dikatakan Karen begitu saja. “Apa? Pulang ke
rumah? Aku tak percaya, Karen!” ucapku.
“Itu
terserah kamu, mau percaya atau tidak!” katanya.
“Ssssttt…,
jangan berisik!” Salah seorang
pengunjung perpustakaan menegur kami. Sepertinya dia terganggu dengan
percakapan kami.
“Iya!”
jawab kami serentak. Karena keserentakan itu, aku dan Karen jadi sama – sama
tersenyum. Namun seperti angin, Karen tiba – tiba menghilang dari sisiku. Entah
kemana dia pergi. Aku masih duduk di perpustakaan dan sejenak memikirkan Karen.
Pertama
kali aku mengenal Karen yaitu saat hari pertama masuk kuliah. Wajahnya yang
manis dan lugu membuat orang senang melihatnya. Setelah kenal beberapa bulan,
aku tahu Karen adalah mahasiswi yang cerdas. Ia juga terlihat tenang dan
dewasa. Tapi, Karen memang jarang berkumpul bersama teman lainnya – apalagi
kalau diajak hang out, jawabanya selalu ‘tak bisa’ tanpa alasan yang
jelas.
Aku
juga masih berpikir soal gossip yang dikatakan salah seorang anggota kelompok
kalau Karen adalah ‘perempuan panggilan’. Tidak! Aku tidak percaya dan tak mau
percaya hal itu. Tak mungkin gadis seperti Karen berprofesi seperti itu. Tapi, kenyataan kalau ia sering
tiba – tiba kabur, masih menjadi pertanyaan.
* * *
Salah
seorang anggota Senat di kampus, yaitu senior kami mengungkapkan
perasaannya pada Karen. Adam memang
sudah lama memperhatikan Karen – aku tahu itu. Namun yang terjadi sebaliknya,
Karen menolak perasaan Adam. Padahal Karen mengaku belum punya pacar. Aku benar
– benar tak mengerti care berpikir Karen.
“Ada apa denganmu, Karen?
Apa kau serius menolak Adam?” tanyaku saat kami bertemu di taman kampus.
“Iya,”
jawab Karen singkat.
“Tapi
kenapa, Karen? Adam itu baik, pintar dan anggota Senat kampus kita lagi. Kenapa
kau tak menyukainya?”
“Singkat
saja, Din. Aku lagi nggak mau pacaran,” ucapnya.
“Kau
kan belum
punya pacar, Karen. Jadi, inilah saatnya kamu pacaran. Aku pikir kau juga
menaruh rasa pada Adam,” ucapku, berharap Karen mau mencoba hubungan itu.
“Enggak,
Dina! Aku bilang enggak.” Seperti biasa Karen meninggalkan aku.
Aku
jadi curiga pada Karen. Kecurigaan itu membuat aku bertanya – tanya dan ingin
mengetahui kehidupan Karen keseluruhan. Selama ini, aku hanya menjadi sahabat
Karen di kampus saja. Aku juga tak mengerti apa aku pantas dikatakan sahabat
Karen, pasalnya ke rumah Karen saja aku belum pernah.
Aku harus mendapatkan alamat rumah Karen. Aku
pergi ke biro mahasiswa dan mendapatkan alamat rumah Karen. Kuputuskan untuk
segera pergi ke rumah Karen.
* * *
Aku
menemukan jalan ke rumah Karen, tapi belum kutemukan rumahnya. Kuhentikan
mobilku dan bertanya pada seorang ibu. “Bu, apa Ibu tahu dimana rumah Karen?”
“Ooo…
Karen yang ibunya sakit jiwa itu, ya. Itu rumahnya yang bercat putih,” jawab
ibu itu sambil menunjuk ke rumah yang ada di seberang jalan.
Kujalankan
mobilku sambil bertanya – tanya apakah benar yang dikatakan ibu tadi? Benarkah
ibu Karen menderita sakit jiwa? Kenapa Karen tidak pernah cerita?
Akhirnya
aku tiba di rumah Karen. Rumahnya tidak besar, tapi tampak asri dan dikelilingi
pagar yang pendek. Kulangkahkan kakiku menuju pintu rumah. Saat aku hendak
mengetuk pintu, tiba – tiba terdengar suara teriakan dari dalam rumah.
“Pergiii… pergiii… pergi kalian dari rumah ini! Jangan ganggu aku, pergiii…!”
Aku
mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu dan duduk sejenak di kursi teras.
“Tenang Bu…, tenang…” Aku mendengar suara itu dan aku tahu itu suara Karen. Tiba
– tiba pintu terbuka dan kulihat seorang wanita berlari cepat ke halaman dan
segera mengambil sebuah batu. Batu itu dilemparkannya ke atap rumah
tetangganya.
Tak
berapa lama kemudian, aku melihat Karen keluar. “Sudah Bu…, sudah…,” ucap Karen
sambil menarik ibunya untuk masuk ke rumah. Betapa terkejutnya Karen saat ia
melihat aku sudah duduk di teras rumahnya. Karen pun tetap mengantar ibunya
masuk ke dalam rumah.
Karen
keluar menemuiku saat ibunya sudah tenang. Ia duduk di sebelahku. “Kau sudah
lihat semuanya, kan?”
ucap Karen dengan wajah sedih.
“Ya,
Karen,” jawabku pelan.
Kami
berdua diam dalam beberapa menit. Aku benar – benar tidak menyangka, ternyata
berat sekali beban yang dipikul Karen. Biasanya seorang ibulah yang mengurus
anaknya, tapi tak demikian dengan Karen. Ia yang harus mengurus ibunya.
“Apa
ini alasan kenapa kau tak pernah ngumpul sama teman yang lainnya kalau selesai kuliah?”
tanyaku, walaupun aku sudah yakin inilah jawabannya.
“Iya,
aku harus merawat ibuku. Setiap kali ia kambuh, ia akan melempar atap rumah
tetanggaku. Orang sekitar sini sering mengeluh padaku,” ucap Karen dengan mata
berkaca – kaca.
“Kenapa
tidak dibawa berobat, Karen?”
“Ibuku
sudah pernah dirawat di RSJ, sempat sembuh. Tapi entah kenapa kambuh lagi.
Sampai sekarang ia masih harus mengkonsumsi obat. Keluargaku sudah menghabiskan
banyak biaya untuk perobatan ibuku,” ucap Karen, pilu.
Ternyata
sudah kuketahui kehidupan Karen seluruhnya. Aku tidak akan mengeluh lagi kalau Karen
tiba – tiba menghilang. Karen adalah gadis yang kuat, ia tak pernah mengeluh
padaku. Dibalik ketenangannya dan kecerdasannya, juga ada pribadi yang sangat
mengasihi keluarganya. Ia rela merawat ibunya saat gadis lain yang seusianya
bersenang – senang menikmaati masa mudanya. Pantas saja Karen terlihat dewasa
dan bijaksana. Rahasia Karen adalah inspirasi untukku agar aku lebih menyayangi
ibuku.
Diterbitkan oleh : Analisa
Adam Belajar Menyulam
Adam
tampak sebal saat ia tiba di rumah. Ia memegang sebuah bungkusan berwarna hitam
di tangan kanannya. Biasanya, Adam langsung menemui ibu saat ia tiba di rumah.
Tapi kali ini, Adam hanya duduk dan memandangi bungkusan berwarna hitam yang
diletakkannya di atas meja.
“Ada apa, Adam? Kok
cemberut baru pulang sekolah?” tanya ibu yang sedang memperhatikan wajah Adam
yang cemberut.
“Ini
Bu, kami ada tugas kerajinan tangan, menyulam,” ucap Adam sambil menunjuk ke
bungkusan hitam yang terletak di meja.
“Lho,
memang kenapa kalau ada tugas menyulam?” tanya ibu lagi.
“Menyulam
kan tugas
anak perempuan Bu, masa anak laki – laki disuruh menyulam juga?” Adam merasa
keberatan mengerjakan tugas menyulam. Ia pikir Bu guru seharusnya enggak
memberikan tugas menyulam juga pada anak laki – laki. Jangankan menyulam,
menjahit pakaiannya yang sobek saja, ia tak bisa.
“Kamu
lupa, ya? Ayah kan
seorang penjahit. Berarti, memegang jarum itu bukan cuma tugas anak perempuan,
anak laki – laki juga boleh memegang jarum,” jelas ibu, mengingatkan Adam.
Ooo…
iya, ayah kan
seorang penjahit. Bahkan ayah bisa memiliki toko yang bagus karena mahir
menjahit. Aku minta diajari ayah saja, ah! Mungkin ayah bisa menyulam.
Adam
pergi ke toko ayah sambil membawa bungkusan berwarna hitam. Adam mengayuh
sepedanya menuju toko ayah yang tak jauh dari rumah.
“Ada apa, Adam? Kok tumben
datang ke toko ayah?” Wajah ayah
terlihat berseri menyambut Adam.
“Aku
ada tugas menyulam, Ayah. Apa Ayah bisa mengajariku menyulam?”
“Bisa,
Ayah akan mengajarimu. Tapi, nanti kamu harus berusaha menyelesaikannya
sendiri, ya,” kata ayah.
“Iya,
Ayah,” ucap Adam dengan semangat. Adam segera membuka bungkusan hitam yang dari
tadi dibawa – bawanya. Dikeluarkannya isi bungkusan itu, ada jarum, benang wol
yang berwarna – warni, kain strimin dan ram penjepit kain.
“Bagaimana
cara menyulamnya, Ayah? tanya Adam yang sudah tidak sabar untuk belajar
menyulam.
“Tunggu
dulu, Nak! Sebelum kita menyulam, kita harus menentukan dulu motif apa yang
akan kita sulam? Apakah hewan, bunga, manusia, atau bangunan?”
Mendengar
kata – kata motif sulaman, Adam jadi ingat perintah Bu guru untuk membeli buku
motif sulaman. “Yaaa…, tadi aku lupa membeli buku motif sulamannya, Ayah.”
“Tenang,
Ayah punya bukunya disini.” Ayah segera mengambil buku motif sulaman miliknya.
“Warnanya memang agak kusam karena jarang dipakai, tapi gambarnya bermacam –
macam dan bagus – bagus,” ucap ayah lagi.
Adam
membolak – balik halaman buku itu. Adam juga sempat bingung memilih gambar yang
akan dijadikan motif sulamannya. Akhirnya, Adam memilih gambar mobil.
Ayah pun segera mengajari Adam cara menyulam.
“Jepit kainnya dengan ram penjepit, lalu jahit sesuai kotak – kotak yang ada di
dalam gambar. Warna benangnya terserah padamu saja,” kata ayah.
Adam
pulang ke rumah setelah ia tahu cara menyulam dari ayah. Adam akan mengerjakan
sulamannya di rumah karena ia tak mau mengganggu ayah yang sedang bekerja.
Besoknya,
Adam melanjutkan sulamannya yang belum selesai. “Duuuhhh.., salah lagi!” Adam
tampak kesal karena ia sudah beberapa kali melakukan kesalahan.
“Apa
yang salah, Adam?” tanya ayah.
“Aku
salah menghitung kotak – kotak yang ada di gambar ini, Ayah. Ternyata menyulam
itu enggak gampang ya?” keluh Adam.
Ayah
tersenyum. “Menyulam itu melatih ketelitian dan kesabaran kita. Jadi, tujuan Bu
guru memberikan tugas menyulam adalah untuk melatih keterampilan tangan kalian
dan juga melatih ketelitian serta kesabaran kalian,” jelas ayah.
Ooo…,
begitukah? Pantas saja Bu guru juga memberikan tugas menyulam pada anak laki –
laki.
“Belajar
itu juga seperti orang yang sedang menyulam, Adam. Saat kita belajar, berarti
kita sedang menyulam satu per satu impian kita. Kita harus sabar dan tekun agar
hasilnya indah. Saat kita sudah selesai menyulam, saat itulah kita sudah
mencapai impian kita,” ucap ayah lagi.
Dengan
semangat Adam melanjutkan sulamannya. Ia sudah tidak sabar ingin segera
menyelesaikan sulamannya dan melihat hasilnya. Sekarang Adam tak perlu meminta
ibu menjahit kancing bajunya yang lepas atau menjahit bajunya yang sobek karena
Adam sudah terbiasa memegang jarum, jadi ia bisa menjahitnya sendiri.
Diterbitkan Oleh : Kompas 29 Januari 2012
Nova Tobing
Penulis Cerita anak,
Tinggal di Medan
Kita Belajar Dari
Binatang, Yuk!
Kita semua pasti suka sama binatang, kan? Ada yang suka sama anjing,
kelinci, kucing, burung, ikan dan lain – lain. Karena itu, banyak orang yang
memelihara binatang. Selain menjadi binatang peliharaan, binatang – binatang
itu juga menjadi sahabat manusia.
Binatang adalah makhluk ciptaan Tuhan, sama seperti manusia. Tapi,
manusia memiliki budi pekerti sedangkan binatang tidak. Kita juga harus
memperlakukan binatang dengan baik karena binatang adalah ciptaan Tuhan.
Eh, ternyata binatang itu juga punya sifat – sifat seperti manusia, lho! Ada binatang yang rajin, setia, tidak mudah
menyerah, malas, dan lain – lain. Tetapi, kita harus meniru sifat yang baik
saja sedangkan yang tidak baik jangan ditiru.
Kita belajar dari binatang, yuk!
- Anjing adalah sahabat yang setia.
Anjing itu binatang yang suka menggonggong. Banyak orang yang suka
memelihara anjing karena anjing binatang yang pintar. Anjing bisa dilatih dan
diajak bermain bahkan bisa menjadi penjaga rumah. Ada jenis anjing yang berbadan besar dan ada
pula yang berbadan kecil, tapi mereka semua memiliki sifat yang sama, yaitu
setia kepada tuannya. Anjing sudah menganggap manusia sebagai sahabatnya,
sebaliknya manusia juga menganggap anjing sebagai sahabatnya. Karena itu,
anjing tidak pernah meninggalkan tuannya, walaupun tuannya itu mengusirnya, memarahinya
ataupun memukulnya.
Nah, kita juga
pasti punya sahabat, kan?
Kita juga harus setia kepada sahabat kita. Misalnya, kalau sahabat kita mau
berbuat yang tidak baik seperti mencuri atau menyontek waktu ujian, kita harus
mengingatkan dia kalau perbuatan itu tidak baik dilakukan. Kita tidak boleh
meninggalkan atau tidak peduli pada sahabat kita, karena sahabat yang setia
adalah sahabat yang mau mengingatkan temannya waktu temannya berbuat yang tidak
baik.
- Semut adalah binatang yang rajin bekerja.
Semut adalah serangga kecil yang tinggal di dalam tanah. Walaupun
bertubuh kecil, tapi semut itu binatang yang rajin. Semut tidak pernah
beristirahat. Kalau kita memperhatikan semut, pasti hampir tidak pernah kita
melihat semut itu diam atau tidak berjalan. Dia selalu berjalan kesana kemari
untuk mencari makanan. Setelah menemukan makanan, makanan itu di simpan di
dalam tanah untuk masa depan. Selain rajin, semut juga suka membantu temannya
yang kesulitan membawa makanan.
Kita juga harus
seperti semut yang rajin. Kita harus rajin belajar supaya kita punya bekal
untuk masa depan kita. Selain rajin, kita juga harus menolong teman kita yang
kesulitan mengerti pelajaran. Kalau semut yang kecil saja rajin dan senang
saling membantu, kenapa kita tidak?
- Burung merpati adalah binatang yang tidak pernah ingkar janji.
Dahulu kala, manusia menggunakan burung merpati sebagai pengantar
pesan, karena pada saat itu belum ada jasa pos, telepon dan email. Merpati
tidak pernah nyasar mengantarkan pesan tuannya. Ia tidak pernah ingkar janji
pada tuannya untuk mengantarkan pesan. Setelah mengantar pesan, ia kembali lagi
kepada tuannya.
Kalau kita punya janji kepada orang lain, seperti orang tua, teman,
atau Guru kita, kita juga harus menepatinya. Kita harus melakukan sesuai dengan
janji kita pada orang tersebut. Misalnya, kita berjanji pada teman kita untuk
meminjamkannya buku cerita anak, maka kita harus membawa buku cerita anak itu.
Kalau tidak, berarti kita tidak menepati janji kita.
- Keledai adalah binatang yang sabar.
Keledai adalah binatang yang mirip dengan kuda tapi tidak sebesar
kuda. Sejak jaman dulu kala, manusia menggunakan keledai sebagai alat
pengangkutan. Keledai siap pergi untuk apa saja yang dikehendaki pemiliknya.
Keledai terlihat malas dan bodoh, tetapi sebenarnya keledai itu binatang yang
sabar dan tidak pernah marah meskipun membawa beban yang berat.
Hal yang bisa kita contoh dari keledai adalah sifat yang sabar atau
tidak cepat marah. Kita juga perlu memiliki sifat sabar. Misalnya, kalau ada
teman yang mengejek kita, kita tidak boleh langsung marah ataupun langsung
memukul teman kita itu. Kita harus sabar karena lama kelamaan, teman kita itu
akan capek mengejek kita.
- Burung elang adalah binatang yang pantang menyerah.
Elang merupakan jenis unggas
yang mempunyai umur yang paling panjang di dunia. Umurnya mencapai 70 tahun.
Elang juga merupakan burung yang mampu terbang paling tinggi di dunia. Walaupun
ada angin yang sangat kencang, elang akan tetap terbang bahkan terbang lebih
tinggi.
Seperti elang yang tidak menyerah untuk terbang walaupun ada angin
kencang, kita juga tidak boleh menyerah. Kita harus tetap belajar walaupun
kadang kita dapat nilai yang jelek atau belum menjadi juara.
- Kucing adalah binatang yang ramah.
Wah, kita pasti sudah akrab dengan
binatang yang bernama kucing, kan!
Banyak orang yang memelihara kucing, karena kucing itu binatang yang manis dan
lucu. Selain itu, kucing juga binatang yang ramah. Kalau kita memanggil kucing
yang sedang berjalan “Ninis…”, kucing itu akan segera melihat kita dan berkata
“Meong…”. Bahkan kadang kucing itu datang ke dekat kita dan mengelus – elus
kaki kita walaupun kita bukan tuannya. Itulah keramahan kucing.
Waktu kita bertemu dengan teman kita,
kita juga harus menyapanya atau senyum kepadaya. Kalau kita berjumpa dengan
Guru kita, kita juga harus menyapa mereka dengan mengatakan “Selamat pagi, Bu.”
Atau “Selamat pagi, Pak.” Itu adalah bentuk keramahan juga.
- Belalang adalah binatang yang tertib.
Belalang adalah serangga kecil berwarna hijau. Belalang dapat
ditemukan di rerumputan dan semak belukar. Belalang memiliki dua mata yang
besar dan kaki yang kuat untuk melompat dalam jarak yang jauh. Belalang tidak
punya pemimpin, tapi mereka bisa berbaris dengan teratur. Tanpa ada yang
memerintah, belalang tahu tugasnya untuk berbaris.
Kita juga harus tahu tugas kita, yaitu belajar. Jadi, tanpa harus
disuruh oleh orang tua atau Guru, kita juga harus belajar.
Kita sudah tahu kan
sifat – sifat yang baik dari beberapa binatang. Sekarang, kita bisa meniru
sifat – sifat baik mereka. Kalau kita malas belajar, kita ingat aja semut yang
rajin supaya kita semangat belajar lagi.
Diterbitkan oleh : Kompas 14 Oktober 2011
Nova Ria
Penulis lepas
Tinggal di Medan