Published Stories






Permainan Teka Teki

            Belakangan ini, Jeko sering berada di kelas saat jam istirahat sekolah. Ia terlihat sangat asyik dengan permainan barunya, karena itu ia jarang bermain di luar kelas. “Heri, kamu tahu enggak, apa nama ibukota negara Australia?” tanya Jeko.
            Heri berpikir sejenak. Matanya memandang ke langit – langit kelas. “Mmmm…, mungkin Sydney,” jawab Heri.
            Jeko segera mengisi kotak – kotak yang ada di bukunya. “Yah! Sydney cuma enam huruf, sedangkan kotak – kotak yang harus diisi ada tujuh huruf. Berarti jawabannya bukan Sydney,” ucap Jeko.
            Heri segera datang mendekati Jeko, ia ingin tahu apa yang sedang dikerjakan Jeko. “Kamu lagi ngisi apaan, sih?” tanya Heri.
            “Ini, aku lagi ngisi TTS Anak alias Teka Teki Silang.” Jeko sangat antusias mengisi TTS itu, ia ingin segera mengisi kotak – kotak yang masih kosong.
Tiba – tiba Dita sang juara kelas masuk ke kelas. “Dit, kamu tahu enggak, apa nama ibukota negara Australia?” tanya Heri yang sekarang ikut – ikutan membantu mengisi TTS. “Canbera,” jawab Dita singkat.
Jeko segera mengisi kotak – kotak itu. Dengan serentak Heri dan Jeko berkata,”Yes, jawabannya benar.”
Dita juga tidak mau ketinggalan serunya mengisi TTS. Dita pun segera bergabung dengan Jeko dan Heri. Ami dan Fajar juga ikut bergabung bersama mereka.”Pertanyaan 15 menurun, apa nama Federasi Sepak Bola Dunia?” ucap Jeko, mengumumkan pertanyaan terakhir pada teman – temannya.
“FIFA,” ucap Fajar yang hobi bermain bola.
Yes, akhirnya selesai juga mengisi TTS,” ucap Jeko dengan bangga dan gembira. Bukan hanya Jeko yang gembira,  teman - temannya yang dari tadi mengelilinginya dan membantunya juga merasa gembira.
Besoknya, kejadian yang sama terulang lagi. Heri dan teman – teman yang lain kembali mengelilingi Jeko pada saat istirahat. “Pertanyaan 5 mendatar, nama sungai terpanjang di Afrika?” tanya Jeko.
“Hmmm…, apa ya?” Fajar bertanya – tanya. Namun, tidak satu pun dari mereka yang tahu jawabannya.
“Bagaimana kalau kita cari jawabannya di buku – buku yang ada di perpustakaan sekolah!” usul Dita.
“Setuju!” seru Heri, Jeko dan Fajar serentak.
Mereka bergegas pergi ke perpustakaan sekolah. Hanya ada mereka di perpustakaan itu. Mereka segera membuka buku – buku yang ada untuk mencari jawabannya. “Teman – teman, jawabannya sungai Nil,”teriak Heri dari sudut ruangan.
“Horeeeee….!” teriak mereka dengan gembira saat tahu jawaban itu bisa mengisi kotak – kotak yang kosong.
Kenu yang melihat kehebohan kelompok Jeko, akhirnya mendekati Jeko. “Apa enaknya sih, Jek mengisi TTS itu? Dapat hadiah juga enggak!”
“Eh, jangan salah, Ken. Ada juga lho TTS anak yang berhadiah. Tapi, kalaupun enggak dapat hadiah, kita dapat pengetahuan baru,” ucap Jeko dengan bangga.
“Ah, tetap saja nggak seru! Aku enggak tertarik!” ucap Kenu sambil melangkah pergi meninggalkan Jeko.
Beberapa minggu kemudian, Dita, Fajar dan Kenu terpilih mewakili sekolah mereka untuk mengikuti lomba Anak Cerdas antar sekolah.
 Perlombaan dimulai. Pertanyaan pertama dilontarkan oleh juri, “Apa nama pulau di Indonesia yang menjadi tempat pelestarian komodo?”
Fajar langsung menjawab. “Pulau Komodo.”
“Ya, benar,” kata juri.
Dita dan Fajar bergantian menjawab pertanyaan demi pertanyaan dari juri, sedangkan Kenu lebih banyak diam, karena ia tidak tahu jawabannya. Pada akhirnya sekolah mereka yang menjadi pemenang lomba Anak Cerdas.
“Eh, kenapa kalian bisa menjawab semua pertanyaan tadi, padahal kita kan sama – sama belajar?” tanya Kenu pada Dita dan Fajar.
Dita dan Fajar tersenyum. “Itu  karena kami sering mengisi TTS yang dibawa Jeko ke sekolah,” ucap Dita.
“Iya, itu benar. Kami dapat banyak pengetahuan baru dari pertanyaan – pertanyaan yang ada di TTS Anak itu,” kata Fajar.
Besoknya, Kenu datang mendekati Jeko. “Jek, apa kamu masih punya buku TTS Anak lagi?”
“Masih, malah aku masih punya TTS seri angka dan huruf.”
“Apa itu TTS seri angka dan huruf?” tanya Kenu.
“TTS seri angka dan huruf itu adalah TTS yang berisi angka atau huruf. Jadi, kita hanya mencari angka atau huruf yang diberikan.” Jeko memberikan beberapa buku TTS atau yang juga disebut puzzled word pada Kenu.
Sekarang Kenu menjadi senang mengisi TTS Anak karena ia ingin juga menambah pengetahuannya. Selain itu, mengisi TTS Anak itu seru!
Jeko memang tidak terpilih untuk ikut lomba Anak Cerdas, tetapi Jeko mempengaruhi teman – temannya untuk bermain sambil belajar dengan mengisi TTS.


Nova R Tobing
Penulis Cerita anak,
Tinggal di Medan










Rahasia Karen

           
            Hatiku terasa panas saat Karen meninggalkan ruang diskusi tanpa pamit. Ini bukanlah yang pertama kalinya! Sebelumnya Karen juga pernah meninggalkan ruang diskusi hanya dengan perkataan “Maaf, aku harus pergi!”  Bukannya gila hormat, tapi sebagai ketua kelompok aku berhak tahu alasan Karen meninggalkan ruang diskusi. Namun, ia sama sekali tak pernah mengatakan sebabnya.
            Aku sudah bertemu dengan Karen pagi ini, tapi ia hanya memberikan sebuah buku referensi untuk tugas kelompok. Tapi, tetap saja tidak ada penjelasan darinya mengenai hal kemarin.
            “Kau pergi kemana kemarin, Karen?” tanyaku, berharap Karen memberitahukan alasannya padaku.
            Karen belum juga menjawab pertanyaanku. Matanya masih tertuju pada sederet buku yang ada di depannya. Sesekali ia mengambil buku itu dan sekilas membacanya. “Aku pulang ke rumah, Din.” Kalimat itu tiba – tiba saja meluncur dari mulut Karen.
            Aku tidak percaya dengan alasan yang dikatakan Karen begitu saja. “Apa? Pulang ke rumah? Aku tak percaya, Karen!” ucapku.
            “Itu terserah kamu, mau percaya atau tidak!” katanya.
            “Ssssttt…, jangan berisik!” Salah seorang  pengunjung perpustakaan menegur kami. Sepertinya dia terganggu dengan percakapan kami.
            “Iya!” jawab kami serentak. Karena keserentakan itu, aku dan Karen jadi sama – sama tersenyum. Namun seperti angin, Karen tiba – tiba menghilang dari sisiku. Entah kemana dia pergi. Aku masih duduk di perpustakaan dan sejenak memikirkan Karen.
            Pertama kali aku mengenal Karen yaitu saat hari pertama masuk kuliah. Wajahnya yang manis dan lugu membuat orang senang melihatnya. Setelah kenal beberapa bulan, aku tahu Karen adalah mahasiswi yang cerdas. Ia juga terlihat tenang dan dewasa. Tapi, Karen memang jarang berkumpul bersama teman lainnya – apalagi kalau diajak hang out, jawabanya selalu ‘tak bisa’ tanpa alasan yang jelas.
            Aku juga masih berpikir soal gossip yang dikatakan salah seorang anggota kelompok kalau Karen adalah ‘perempuan panggilan’. Tidak! Aku tidak percaya dan tak mau percaya hal itu. Tak mungkin gadis seperti Karen berprofesi  seperti itu. Tapi, kenyataan kalau ia sering tiba – tiba kabur, masih menjadi pertanyaan.
* * *

            Salah seorang anggota Senat di kampus, yaitu senior kami mengungkapkan perasaannya  pada Karen. Adam memang sudah lama memperhatikan Karen – aku tahu itu. Namun yang terjadi sebaliknya, Karen menolak perasaan Adam. Padahal Karen mengaku belum punya pacar. Aku benar – benar tak mengerti care berpikir Karen.
            “Ada apa denganmu, Karen? Apa kau serius menolak Adam?” tanyaku saat kami bertemu di taman kampus.
            “Iya,” jawab Karen singkat.
            “Tapi kenapa, Karen? Adam itu baik, pintar dan anggota Senat kampus kita lagi. Kenapa kau tak menyukainya?”
            “Singkat saja, Din. Aku lagi nggak mau pacaran,” ucapnya.
            “Kau kan belum punya pacar, Karen. Jadi, inilah saatnya kamu pacaran. Aku pikir kau juga menaruh rasa pada Adam,” ucapku, berharap Karen mau mencoba hubungan itu.
            “Enggak, Dina! Aku bilang enggak.” Seperti biasa Karen meninggalkan aku.
            Aku jadi curiga pada Karen. Kecurigaan itu membuat aku bertanya – tanya dan ingin mengetahui kehidupan Karen keseluruhan. Selama ini, aku hanya menjadi sahabat Karen di kampus saja. Aku juga tak mengerti apa aku pantas dikatakan sahabat Karen, pasalnya ke rumah Karen saja aku belum pernah.
Aku harus mendapatkan alamat rumah Karen. Aku pergi ke biro mahasiswa dan mendapatkan alamat rumah Karen. Kuputuskan untuk segera pergi ke rumah Karen.
* * *

            Aku menemukan jalan ke rumah Karen, tapi belum kutemukan rumahnya. Kuhentikan mobilku dan bertanya pada seorang ibu. “Bu, apa Ibu tahu dimana rumah Karen?”
            “Ooo… Karen yang ibunya sakit jiwa itu, ya. Itu rumahnya yang bercat putih,” jawab ibu itu sambil menunjuk ke rumah yang ada di seberang jalan.
            Kujalankan mobilku sambil bertanya – tanya apakah benar yang dikatakan ibu tadi? Benarkah ibu Karen menderita sakit jiwa? Kenapa Karen tidak pernah cerita?
            Akhirnya aku tiba di rumah Karen. Rumahnya tidak besar, tapi tampak asri dan dikelilingi pagar yang pendek. Kulangkahkan kakiku menuju pintu rumah. Saat aku hendak mengetuk pintu, tiba – tiba terdengar suara teriakan dari dalam rumah. “Pergiii… pergiii… pergi kalian dari rumah ini! Jangan ganggu aku, pergiii…!”
            Aku mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu dan duduk sejenak di kursi teras. “Tenang Bu…, tenang…” Aku mendengar suara itu dan aku tahu itu suara Karen. Tiba – tiba pintu terbuka dan kulihat seorang wanita berlari cepat ke halaman dan segera mengambil sebuah batu. Batu itu dilemparkannya ke atap rumah tetangganya.
            Tak berapa lama kemudian, aku melihat Karen keluar. “Sudah Bu…, sudah…,” ucap Karen sambil menarik ibunya untuk masuk ke rumah. Betapa terkejutnya Karen saat ia melihat aku sudah duduk di teras rumahnya. Karen pun tetap mengantar ibunya masuk ke dalam rumah.
            Karen keluar menemuiku saat ibunya sudah tenang. Ia duduk di sebelahku. “Kau sudah lihat semuanya, kan?” ucap Karen dengan wajah sedih.
            “Ya, Karen,” jawabku pelan.
            Kami berdua diam dalam beberapa menit. Aku benar – benar tidak menyangka, ternyata berat sekali beban yang dipikul Karen. Biasanya seorang ibulah yang mengurus anaknya, tapi tak demikian dengan Karen. Ia yang harus mengurus ibunya.
            “Apa ini alasan kenapa kau tak pernah ngumpul  sama teman yang lainnya kalau selesai kuliah?” tanyaku, walaupun aku sudah yakin inilah jawabannya.
            “Iya, aku harus merawat ibuku. Setiap kali ia kambuh, ia akan melempar atap rumah tetanggaku. Orang sekitar sini sering mengeluh padaku,” ucap Karen dengan mata berkaca – kaca.
            “Kenapa tidak dibawa berobat, Karen?”
            “Ibuku sudah pernah dirawat di RSJ, sempat sembuh. Tapi entah kenapa kambuh lagi. Sampai sekarang ia masih harus mengkonsumsi obat. Keluargaku sudah menghabiskan banyak biaya untuk perobatan ibuku,” ucap Karen, pilu.
            Ternyata sudah kuketahui kehidupan Karen seluruhnya. Aku tidak akan mengeluh lagi kalau Karen tiba – tiba menghilang. Karen adalah gadis yang kuat, ia tak pernah mengeluh padaku. Dibalik ketenangannya dan kecerdasannya, juga ada pribadi yang sangat mengasihi keluarganya. Ia rela merawat ibunya saat gadis lain yang seusianya bersenang – senang menikmaati masa mudanya. Pantas saja Karen terlihat dewasa dan bijaksana. Rahasia Karen adalah inspirasi untukku agar aku lebih menyayangi ibuku.

Diterbitkan oleh : Analisa
      





Adam Belajar Menyulam


            Adam tampak sebal saat ia tiba di rumah. Ia memegang sebuah bungkusan berwarna hitam di tangan kanannya. Biasanya, Adam langsung menemui ibu saat ia tiba di rumah. Tapi kali ini, Adam hanya duduk dan memandangi bungkusan berwarna hitam yang diletakkannya di atas meja.
            “Ada apa, Adam? Kok cemberut baru pulang sekolah?” tanya ibu yang sedang memperhatikan wajah Adam yang cemberut.
            “Ini Bu, kami ada tugas kerajinan tangan, menyulam,” ucap Adam sambil menunjuk ke bungkusan hitam yang terletak di meja.
            “Lho, memang kenapa kalau ada tugas menyulam?” tanya ibu lagi.
            “Menyulam kan tugas anak perempuan Bu, masa anak laki – laki disuruh menyulam juga?” Adam merasa keberatan mengerjakan tugas menyulam. Ia pikir Bu guru seharusnya enggak memberikan tugas menyulam juga pada anak laki – laki. Jangankan menyulam, menjahit pakaiannya yang sobek saja, ia tak bisa.
            “Kamu lupa, ya? Ayah kan seorang penjahit. Berarti, memegang jarum itu bukan cuma tugas anak perempuan, anak laki – laki juga boleh memegang jarum,” jelas ibu, mengingatkan Adam.
            Ooo… iya, ayah kan seorang penjahit. Bahkan ayah bisa memiliki toko yang bagus karena mahir menjahit. Aku minta diajari ayah saja, ah! Mungkin ayah bisa menyulam.
            Adam pergi ke toko ayah sambil membawa bungkusan berwarna hitam. Adam mengayuh sepedanya menuju toko ayah yang tak jauh dari rumah.
            “Ada apa, Adam? Kok tumben datang ke toko ayah?”  Wajah ayah terlihat berseri menyambut Adam.
            “Aku ada tugas menyulam, Ayah. Apa Ayah bisa mengajariku menyulam?”
            “Bisa, Ayah akan mengajarimu. Tapi, nanti kamu harus berusaha menyelesaikannya sendiri, ya,” kata ayah.
            “Iya, Ayah,” ucap Adam dengan semangat. Adam segera membuka bungkusan hitam yang dari tadi dibawa – bawanya. Dikeluarkannya isi bungkusan itu, ada jarum, benang wol yang berwarna – warni, kain strimin dan ram penjepit kain.
            “Bagaimana cara menyulamnya, Ayah? tanya Adam yang sudah tidak sabar untuk belajar menyulam.
            “Tunggu dulu, Nak! Sebelum kita menyulam, kita harus menentukan dulu motif apa yang akan kita sulam? Apakah hewan, bunga, manusia, atau bangunan?”
            Mendengar kata – kata motif sulaman, Adam jadi ingat perintah Bu guru untuk membeli buku motif sulaman. “Yaaa…, tadi aku lupa membeli buku motif sulamannya, Ayah.”
            “Tenang, Ayah punya bukunya disini.” Ayah segera mengambil buku motif sulaman miliknya. “Warnanya memang agak kusam karena jarang dipakai, tapi gambarnya bermacam – macam dan bagus – bagus,” ucap ayah lagi.
            Adam membolak – balik halaman buku itu. Adam juga sempat bingung memilih gambar yang akan dijadikan motif sulamannya. Akhirnya, Adam memilih gambar mobil.
Ayah pun segera mengajari Adam cara menyulam. “Jepit kainnya dengan ram penjepit, lalu jahit sesuai kotak – kotak yang ada di dalam gambar. Warna benangnya terserah padamu saja,” kata ayah.
            Adam pulang ke rumah setelah ia tahu cara menyulam dari ayah. Adam akan mengerjakan sulamannya di rumah karena ia tak mau mengganggu ayah yang sedang bekerja.
            Besoknya, Adam melanjutkan sulamannya yang belum selesai. “Duuuhhh.., salah lagi!” Adam tampak kesal karena ia sudah beberapa kali melakukan kesalahan.
            “Apa yang salah, Adam?” tanya ayah.
            “Aku salah menghitung kotak – kotak yang ada di gambar ini, Ayah. Ternyata menyulam itu enggak gampang ya?” keluh Adam.
            Ayah tersenyum. “Menyulam itu melatih ketelitian dan kesabaran kita. Jadi, tujuan Bu guru memberikan tugas menyulam adalah untuk melatih keterampilan tangan kalian dan juga melatih ketelitian serta kesabaran kalian,” jelas ayah.
            Ooo…, begitukah? Pantas saja Bu guru juga memberikan tugas menyulam pada anak laki – laki.
            “Belajar itu juga seperti orang yang sedang menyulam, Adam. Saat kita belajar, berarti kita sedang menyulam satu per satu impian kita. Kita harus sabar dan tekun agar hasilnya indah. Saat kita sudah selesai menyulam, saat itulah kita sudah mencapai impian kita,” ucap ayah lagi.
            Dengan semangat Adam melanjutkan sulamannya. Ia sudah tidak sabar ingin segera menyelesaikan sulamannya dan melihat hasilnya. Sekarang Adam tak perlu meminta ibu menjahit kancing bajunya yang lepas atau menjahit bajunya yang sobek karena Adam sudah terbiasa memegang jarum, jadi ia bisa menjahitnya sendiri.
Diterbitkan Oleh : Kompas 29 Januari 2012

Nova Tobing
Penulis Cerita anak,
Tinggal di Medan






Kita Belajar Dari Binatang, Yuk!

Kita semua pasti suka sama binatang, kan?  Ada yang suka sama anjing, kelinci, kucing, burung, ikan dan lain – lain. Karena itu, banyak orang yang memelihara binatang. Selain menjadi binatang peliharaan, binatang – binatang itu juga menjadi sahabat manusia.
Binatang adalah makhluk ciptaan Tuhan, sama seperti manusia. Tapi, manusia memiliki budi pekerti sedangkan binatang tidak. Kita juga harus memperlakukan binatang dengan baik karena binatang adalah ciptaan Tuhan.
Eh, ternyata binatang itu juga punya sifat – sifat seperti manusia, lho! Ada binatang yang rajin, setia, tidak mudah menyerah, malas, dan lain – lain. Tetapi, kita harus meniru sifat yang baik saja sedangkan yang tidak baik jangan ditiru.
Kita belajar dari binatang, yuk!
  1. Anjing adalah sahabat yang setia.
Anjing itu binatang yang suka menggonggong. Banyak orang yang suka memelihara anjing karena anjing binatang yang pintar. Anjing bisa dilatih dan diajak bermain bahkan bisa menjadi penjaga rumah. Ada jenis anjing yang berbadan besar dan ada pula yang berbadan kecil, tapi mereka semua memiliki sifat yang sama, yaitu setia kepada tuannya. Anjing sudah menganggap manusia sebagai sahabatnya, sebaliknya manusia juga menganggap anjing sebagai sahabatnya. Karena itu, anjing tidak pernah meninggalkan tuannya, walaupun tuannya itu mengusirnya, memarahinya ataupun memukulnya.
            Nah, kita juga pasti punya sahabat, kan? Kita juga harus setia kepada sahabat kita. Misalnya, kalau sahabat kita mau berbuat yang tidak baik seperti mencuri atau menyontek waktu ujian, kita harus mengingatkan dia kalau perbuatan itu tidak baik dilakukan. Kita tidak boleh meninggalkan atau tidak peduli pada sahabat kita, karena sahabat yang setia adalah sahabat yang mau mengingatkan temannya waktu temannya berbuat yang tidak baik.

  1. Semut adalah binatang yang rajin bekerja.
Semut adalah serangga kecil yang tinggal di dalam tanah. Walaupun bertubuh kecil, tapi semut itu binatang yang rajin. Semut tidak pernah beristirahat. Kalau kita memperhatikan semut, pasti hampir tidak pernah kita melihat semut itu diam atau tidak berjalan. Dia selalu berjalan kesana kemari untuk mencari makanan. Setelah menemukan makanan, makanan itu di simpan di dalam tanah untuk masa depan. Selain rajin, semut juga suka membantu temannya yang kesulitan membawa makanan.
            Kita juga harus seperti semut yang rajin. Kita harus rajin belajar supaya kita punya bekal untuk masa depan kita. Selain rajin, kita juga harus menolong teman kita yang kesulitan mengerti pelajaran. Kalau semut yang kecil saja rajin dan senang saling membantu, kenapa kita tidak?

  1. Burung merpati adalah binatang yang tidak pernah ingkar janji.
Dahulu kala, manusia menggunakan burung merpati sebagai pengantar pesan, karena pada saat itu belum ada jasa pos, telepon dan email. Merpati tidak pernah nyasar mengantarkan pesan tuannya. Ia tidak pernah ingkar janji pada tuannya untuk mengantarkan pesan. Setelah mengantar pesan, ia kembali lagi kepada tuannya.
Kalau kita punya janji kepada orang lain, seperti orang tua, teman, atau Guru kita, kita juga harus menepatinya. Kita harus melakukan sesuai dengan janji kita pada orang tersebut. Misalnya, kita berjanji pada teman kita untuk meminjamkannya buku cerita anak, maka kita harus membawa buku cerita anak itu. Kalau tidak, berarti kita tidak menepati janji kita.

  1. Keledai adalah binatang yang sabar.
Keledai adalah binatang yang mirip dengan kuda tapi tidak sebesar kuda. Sejak jaman dulu kala, manusia menggunakan keledai sebagai alat pengangkutan. Keledai siap pergi untuk apa saja yang dikehendaki pemiliknya. Keledai terlihat malas dan bodoh, tetapi sebenarnya keledai itu binatang yang sabar dan tidak pernah marah meskipun membawa beban yang berat.
Hal yang bisa kita contoh dari keledai adalah sifat yang sabar atau tidak cepat marah. Kita juga perlu memiliki sifat sabar. Misalnya, kalau ada teman yang mengejek kita, kita tidak boleh langsung marah ataupun langsung memukul teman kita itu. Kita harus sabar karena lama kelamaan, teman kita itu akan capek mengejek kita.

  1. Burung elang adalah binatang yang pantang menyerah.
Elang merupakan  jenis unggas yang mempunyai umur yang paling panjang di dunia. Umurnya mencapai 70 tahun. Elang juga merupakan burung yang mampu terbang paling tinggi di dunia. Walaupun ada angin yang sangat kencang, elang akan tetap terbang bahkan terbang lebih tinggi.
Seperti elang yang tidak menyerah untuk terbang walaupun ada angin kencang, kita juga tidak boleh menyerah. Kita harus tetap belajar walaupun kadang kita dapat nilai yang jelek atau belum menjadi juara.

  1. Kucing adalah binatang yang ramah.
Wah, kita pasti sudah akrab dengan binatang yang bernama kucing, kan! Banyak orang yang memelihara kucing, karena kucing itu binatang yang manis dan lucu. Selain itu, kucing juga binatang yang ramah. Kalau kita memanggil kucing yang sedang berjalan “Ninis…”, kucing itu akan segera melihat kita dan berkata “Meong…”. Bahkan kadang kucing itu datang ke dekat kita dan mengelus – elus kaki kita walaupun kita bukan tuannya. Itulah keramahan kucing.
Waktu kita bertemu dengan teman kita, kita juga harus menyapanya atau senyum kepadaya. Kalau kita berjumpa dengan Guru kita, kita juga harus menyapa mereka dengan mengatakan “Selamat pagi, Bu.” Atau “Selamat pagi, Pak.” Itu adalah bentuk keramahan juga.

  1. Belalang adalah binatang yang tertib.
Belalang adalah serangga kecil berwarna hijau. Belalang dapat ditemukan di rerumputan dan semak belukar. Belalang memiliki dua mata yang besar dan kaki yang kuat untuk melompat dalam jarak yang jauh. Belalang tidak punya pemimpin, tapi mereka bisa berbaris dengan teratur. Tanpa ada yang memerintah, belalang tahu tugasnya untuk berbaris.
Kita juga harus tahu tugas kita, yaitu belajar. Jadi, tanpa harus disuruh oleh orang tua atau Guru, kita juga harus belajar.
Kita sudah tahu kan sifat – sifat yang baik dari beberapa binatang. Sekarang, kita bisa meniru sifat – sifat baik mereka. Kalau kita malas belajar, kita ingat aja semut yang rajin supaya kita semangat belajar lagi.
Diterbitkan oleh : Kompas 14 Oktober 2011

Nova Ria
Penulis lepas
Tinggal di Medan




Kid's story